Sunday, April 5, 2020

Tradisi Kebo-Keboan, Masyarakat Banyuwangi, Jawa Timur


BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
            Banyuwangi adalah salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Di sana ada sebuah etnik yang bernama Using. Di kalangan mereka, khususnya yang berdiam di Dusun Krajan, Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh, ada sebuah upacara tradisional yang sangat erat kaitannya dengan bidang pertanian yang disebut sebagai “Kebo-keboan”. Maksud diadakannya upacara itu adalah untuk meminta kesuburan tanah, panen melimpah, serta terhindar dari malapetaka baik yang akan menimpa tanaman maupun manusia yang mengerjakannya.

Gambar 1.1 Peta Kabupaten Banyuwangi
            Upacara adat kebo-keboan mempunyai kedudukan yang penting bagi kehidupan masyarakat Using Desa Alasmalang. Upacara adat kebo-keboan di Desa Alasmalang sudah mengalami komodifikasi. Upacara adat kebo-keboan dalam pelaksanaannya terdapat tambahan kesenian tradisional Banyuwangi yang lainnya. Kesenian tersebut antara lain; barong ider bumi, kuntulan, damarulan/jinggoan, tari jejer gandrung, angklung dan reog. Unsur-unsur upacara dalam upacara adat kebo-keboan adalah: berdoa, bersaji, makan bersama makanan yang telah disucikan dengan doa, pawai ider bumi. Pelaksanaan upacara adat kebo-keboan terbagi dalam tiga tahap yaitu tahap pra acara atau persiapan, acara inti, dan tahap akhir atau penutup.

B.       Rumusan Masalah
  1. Bagaimana proses upacara adat kebo-keboan di Banyuwangi?
  2. Apa nilai-nilai budaya yang terdapat pada upacara adat Kebo-keboan masyarakat Banyuwangi?

C.    Tujuan
            Penelitian ini  bertujuan menganalisis  terjadinya  proses  komodifikasi upacara adat Kebo-keboan  di Desa Alasmalang Kecamatan Singojuruh Kabupaten Banyuwangi dan   melestarikan dengan cara memperkenalkan seni kebudayaan yang ada di Desa Alasmalang Kecamatan Singojuruh Kabupaten Banyuwangi. Dengan memberi pengetahuan tentang sejarah kebo-keboan, proses upacar kebo-keboan dan nilai budaya pada pelaksanaan upacara kebo-keboan, serta unsur pendidikan dan ekonomi dalam pelaksanaan upacara ritual kebo-keboan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Upacara Kebo-keboan
             Upacara adat ritual kebo – keboan merupakan ragam seni budaya tradisi Banyuwangi yang masih terjaga dan dilestarikan hingga sekarang, acara Adat yang dilaksankan setiap satu tahun sekali tepatnya bulan Muharam atau Suro (penanggalan Jawa) yang jatuh pada hari minggu antara tanggal 1 sampai 10 suro. Bulan ini diyakini memiliki kekuatan magis. Konon, ritual ini muncul sejak abad ke-18. Di Banyuwangi, kebo-keboan dilestarikan di dua tempat yakni di Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh, dan Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi. Ritual kebo-keboan dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat desa setempat atas hasil panen yang melimpah sekaligus sebagai upacara bersih desa, agar seluruh warga diberi keselamatan.

Gambar 2.1 Pengarahan oleh Pawang
          Munculnya ritual Kebo – Keboan di desa Alasmalang berawal terjadinya musibah wabah penyakit pagebluk. Kala itu, seluruh warga diserang penyakit. Hama juga menyerang tanaman. Banyak warga kelaparan dan mati akibat wabah penyakit pagebluk melanda desa Alasmalang. Mbah Karti sebagai sesepuh desa kala itu melakukan meditasi dan mendapatkan “Wangsit”  agar melaksanakan ritual selamatan desa dengan ritual kebo-keboan dan mengagungkan Dewi Sri atau yang dipercainya sebagai simbol kemakmuran, setelah ritual adat tersebut dilakukukan wabah tersebut pun hilang. sampai akhirnya ritual ini terus diadakan dan  kini masih dilestarikan oleh warga Osing Banyuwangi (Ds.Alasmalang dan Ds.Aliyan). Ritual ini terbagi menjadi beberapa tahapan dalam pelaksanaanya,  tahapan tahapan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :
            Tujuh hari sebelum pelaksanaan sang pawang yang merupakan keturunan buyut Karti melakukan meditasi, meditasi dilaksanakan di beberapa tempat keramat yaitu, di Watu Loso (sebuah batu yang berbentuk seperti tikar), Watu Gajah (batu yang berbentuk seperti gajah) dan Watu Tumpeng (batu yang berbentuk seperti tumpeng). Selamatan di Petahunan.
            Ider Bumi atau Arak – Arakan mengelilingi desa dan menuju ke sebuah bendungan yang dibuka sehingga air mengaliri jalanan yang telah ditanami palawija. Aroma kemenyan tercium sesaat lepas dupa dibakar  menemani hingga   proses ritual selesai. Ritual Kebo – Keboan yang dilaksanakan di daerah persawahan Dusun Krajan. Pelaksanaan upacara adat ini melibatkan berbagai element masyarakat diantaranya :
Pemimpin Upacara (Pawang) yang merupakan pelaksana adat yang merupakan keturunan dari Mbah Buyut Karti. Dalam Upacara ini, ada kyai yang juga dijadikan pemimpin upacara saat prosesi pembacaan doa. Penjelmaan Dewi Sri, merupakan simbolis dari kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan Dewi Sri. Perempuan yang memerankan Dewi Sri harus memiliki syarat-syarat tertentu. Apabila salah satu syarat tidak terpenuhi, maka pelaksanaan upacara tersebut tidak akan tercapai. Syarat-syaratnya adalah: Masih keturunan Mbah Buyut Karti, Perawan / Gadis, Berperilaku Baik, Memiliki Wajah yang rupawan.
            Dayang Pengiring Dewi Sri, Merupakan Para Gadis dari Desa Krajan yang memiliki criteria seperti Dewi Sri. Para Dayang bertugas membawa peras dan sesaji yang digunakan untuk pelaksanaan pawai ider bumi. Kebo-keboan, merupakan pelaksana setiap tahapan dalam pelaksanaan upacara, yang memiliki criteria Berbadan besar, sehat, kuat dan masih keturunan Mbaj Buyut Karti. Kebo-keboan ini berjumlah lima sampai sepuluh Pasang, satu pasang berjumlah tiga yaitu dua kerbau dan satu pengendali. Para Petani, terlibat saat melaksanakan ider Bumi. Buldrah, merupakan tokoh yang bertugas memimpin pelaksanaan kirab ider bumi. Yang di pilih adalah yang memiliki keahlian dibidang pertanian, dan biasanya merupakan penggerak warga dibidang pertanian. Modin Banyu, merupakan seorang yang mempunyai tugas sehari-hari yang mengatur sistim pengairan. Peralatan yang dipersiakan dalam pelaksanaan upacara adat kebo – keboan adalah sebagai berikut : Peralatan Upacara adat:
            Peralatan Pertanian, peralatan ini digunakan karena upacara adat ini berlatarbelakang tradisi masyarakat agraris, maka berbagai perlengkapan yang digunakan adalah: singkal, teter, pecut, sabit, cangkul, dan cingkek. Songsong, merupakan payung besar yang digunakan untuk memayungi dewi sri, agar tidak tersengat terik matahari.
            Sesaji, merupakan syarat terpenting dari tradisi ini yang apabila sesaji kurang, maka upacara yang dilaksanakan tidak sempurna. Sesaji diantaranya berupa peras, tumpeng agung, jenang Abang (bubur Merah), Bubur Putih,  Bubur Kuning, Bubur Hitam, Bubur hijau / biru, peteteng, kendi, daun pisang, kemenyan, dan beras petung tawar. Tandu (tempat duduk Dewi Sri), Tandu ini digunakan untuk tempat duduk Dewi Sri saat prosesi adat.

Gambar 2.2 Ilustrasi Kebo-keboan di Sawah
            Ritual kebo-keboan digelar setahun sekali pada bulan Muharam atau Suro (penanggalan Jawa). Bulan ini diyakini memiliki kekuatan magis. Konon, ritual ini muncul sejak abad ke-18. Di Banyuwangi, kebo-keboan dilestarikan di dua tempat yakni di Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh, dan Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi.
            Munculnya ritual kebo-keboan di Alasmalang berawal terjadinya musibah pagebluk (epidemi - red ). Kala itu, seluruh warga diserang penyakit. Hama juga menyerang tanaman. Banyak warga kelaparan dan mati akibat penyakit misterius. Dalam kondisi genting itu, sesepuh desa yang bernama Mbah Karti melakukan meditasi di bukit. Selama meditasi, tokoh yang disegani ini mendapatkan wangsit. Isinya, warga disuruh menggelar ritual kebo-keboan dan mengagungkan Dewi Sri atau yang dipercainya sebagai simbol kemakmuran.
            Keajaiban muncul ketika warga menggelar ritual kebo-keboan. Warga yang sakit mendadak sembuh. Hama yang menyerang tanaman padi sirna. Sejak itu, ritual kebo-keboan dilestarikan. Mereka takut terkena musibah jika tidak melaksanakannya.

Proses Upacara Kebo-keboan
            Upacara kebo-kebon di Dusun Krajan dilaksanakan satu kali dalam satu tahun yang jatuh pada hari Minggu antara tanggal 1 sampai 10 Sura (tanpa melihat hari pasaran). Dipilihnya hari minggu sebagai hari penyelenggaraan dengan pertimbangan bahwa pada hari tersebut masyarakat sedang tidak bekerja (libur), sehingga dapat mengikuti jalannya upacara. Sedangkan, dipilihnya bulan Sura dengan pertimbangan bahwa Sura, menurut kepercayaan sebagian masyarakat Jawa, adalah bulan yang keramat.         
           


Gambar 2.3 Ilustrasi Kebo-keboan dan Petani
            Satu minggu menjelang waktu upacara kebo-keboan tiba, warga masyarakat yang berada di Dusun Krajan mengadakan kegiatan gotong royong untuk membersihkan lingkungan rumah dan dusunnya. Selanjutnya, satu hari menjelang pelaksanaan upacara, para ibu bersama-sama mempersiapkan sesajen yang terdiri atas: tumpeng, peras, air kendi, kinang ayu, aneka jenang, inkung ayam dan lain sebagainya. Selain itu, dipersiapkan pula berbagai perlengkapan upacara seperti para bungkil, singkal, pacul, pera, pitung tawar, beras, pisang, kelapa dan bibit tanaman padi. Seluruh sesajen tersebut selain untuk acara selamatan, nantinya juga akan ditempatkan di setiap perempatan jalan yang ada di Dusun Krajan.
            Pada malam harinya para pemuda menyiapkan berbagai macam hasil tanaman palawija seperti pisang, tebu, ketela pohon, jagung, pala gumantung, pala kependhem, pala kesimpar. Tanaman tersebut kemudian ditanam kembali di sepanjang jalan Dusun Krajan. Selain itu, mereka mempersiapkan pula bendungan yang nantinya akan digunakan untuk mengairi tanaman palawija yang ditanam.
            Pagi harinya, sekitar pukul 08.00, diadakan upacara di Petaunan yang dihadiri oleh panitia upacara, sesepuh dusun, modin, dan beberapa warga masyarakat Krajan. Pelaksanaan upacara di tempat ini berlangsung cukup sederhana, yaitu hanya berupa kata sambutan dari pihak panitia upacara, kemudian dilanjutkan dengan doa yang dipimpin oleh modin dan diakhiri dengan makan bersama.
            Selanjutnya, para peserta upacara yang terdiri dari para sesepuh dusun, seorang pawang, perangkat dusun, dua pasang kebo-keboan (setiap kebo-keboan berjumlah dua orang), para pembawa sesajen, pemain musik hadrah, pemain barongan dan warga Dusun Krajan akan melakukan pawai ider bumi mengeliling Dusun Krajan. Pawai ini dimulai di Petaunan kemudian menuju ke bendungan air yang berada di ujung jalan Dusun Krajan. Sesampainya di bendungan, jagatirta (petugas pengatur air) akan segera membuka bendungan sehingga air mengalir ke sepanjang jalan dusun yang sebelumnya telah ditanami tanaman palawija oleh para pemuda. Sementara, para peserta upacara segera menuju ke areal persawahan milik warga Dusun Krajan. Di persawahan inilah kebo-keboan tersebut memulai memperlihatkan perilakunya yang mirip seperti seekor kerbau yang sedang membajak atau berkubang di sawah. Pada saat kebo-keboan sedang berkubang, sebagian peserta upacara segera turun ke sawah untuk menanam benih padi.


Gambar 2.4 Ilustrasi Dewi Sri dan Para Kebo-keboan
            Setelah benih tertanam, para peserta yang lain segera berebut untuk mengambil benih padi yang baru ditanam tersebut. Benih-benih yang baru ditanam itu dipercaya oleh warga masyarakat Dusun Krajan dapat dijadikan sebagai penolak bala, mendatangkan keberuntungan serta membawa berkah. Pada saat para peserta memperebutkan benih tersebut, para kebo-keboan yang sebelumnya telah dimantrai oleh pawang sehingga menjadi trance, akan segera mengejar para pengambil benih yang dianggap sebagai pengganggu. Namun, para kebo-keboan itu tidak sampai mencelakai para pengambil benih karena sang pawang selalu mengawasi setiap geraknya. Setelah dirasa cukup, maka sang pawang akan menyadarkan kebo-keboan dengan cara mengusapkan pitung tawar pada bagian kepalanya. Setelah itu, mereka kembali lagi ke Petaunan.
            Sesampainya di Petaunan, peserta upacara kembali ke rumah masing-masing sambil membawa padi yang tadi mereka ambil di sawah untuk dijadikan sebagai penolak bala dan juga sekaligus pembawa berkah. Malam harinya, mereka kembali lagi ke Petaunan untuk menyaksikan pagelaran wayang kulit dengan lakon Sri Mulih yang mengisahkan tentang Dewi Sri. Lakon tersebut dipentaskan dengan harapan agar warga Dusun Krajan mendapatkan hasil panen padi yang melimpah. Dan, dengan dipentaskannya kesenian wayang kulit di Petaunan itu, maka berakhirlah seluruh rentetan dalam upacara kebo-keboan di Desa Alasmalang Kecamatan Singojuru h Kabupaten Banyuwangi.

B.     Nilai Budaya
            Upacara kebo-keboan di Dusun Krajan, Desa Alasmalang, Kabupaten Banyuwangi, jika dicermati secara mendalam, mengandung nilai-nilai yang pada gilirannya dapat dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai itu antara lain adalah: kebersamaan, ketelitian, gotong royong, dan religius. Nilai kebersamaan tercermin dari berkumpulnya sebagian besar anggota masyarakat dalam suatu tempat, makan bersama dan doa bersama demi keselamatan bersama pula. Ini adalah wujud kebersamaan dalam hidup bersama di dalam lingkungannya (dalam arti luas). Oleh karena itu, upacara ini mengandung pula nilai kebersamaan. Dalam hal ini, kebersamaan sebagai komunitas yang mempunyai wilayah, adat-istiadat dan budaya yang sama.

Gambar 2.5 Slametan Upacara Kebo-keboan
            Nilai ketelitian tercermin dari proses upacara itu sendiri. Sebagai suatu proses, upacara memerlukan persiapan, baik sebelum upacara, pada saat prosesi, maupun sesudahnya. Persiapan-persiapan itu, tidak hanya menyangkut peralatan upacara, tetapi juga tempat, waktu, pemimpin, dan peserta. Semuanya itu harus dipersiapkan dengan baik dan seksama, sehingga upacara dapat berjalan dengan lancar. Untuk itu, dibutuhkan ketelitian.
            Nilai kegotong-royongan tercermin dari keterlibatan berbagai pihak dalam penyelenggaraan upacara. Mereka saling bantu demi terlaksananya upacara. Dalam hal ini ada yang membantu menyiapkan makanan dan minuman, menjadi pemimpin upacara, dan lain sebagainya.
Nilai religius tercermin dalam doa bersama yang ditujukan kepada Tuhan agar mendapat perlindungan, keselataman dan kesejahteraan dalam menjalani kehidupan.

C.    Unsur Pendidikan dan Ekonomi
Unsur pendidikan yang terkandung dalam kebudayaan kebo-keboan ini adalah kekeluargaan, ekonomi dan religi.Unsur kekeluargaan karena dalam upacara adat kebo-keboan banyak melibatkan banyak orang dari berbagai kalangan, sehingga menumbuhkn rasa gotong royong dan solidaritas antar warga yang menjadi bagian dalam upacara adat ini.


Gambar 2.6 Ilustrasi Dewi Sri 
Unsur ekonomi karena dana yang dibutuhkan untuk upacara ini tidak sedikit maka banyak sumbangan yang diberikan oleh pemerintah banyuwangi dan dari sponsor lainnya dan hasil dari upacara ini dibuat untuk membangun desa serta diberikan kepada warga sekitar yang membutuhkan dan anak yatim piatu, tidak lupa sebagian hasil dari upacara adat kebo-keboan juga masuk ke dalam kas keuangan kabupaten Banyuwangi. Sedangkan unsur pendidikan religi karena adanya ritual-ritual dalam upacara ini, seperti berdoa, bersaji, makan bersama makanan yang telah disucikan dengan doa.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Ritual Kebo-Keboan adalah salah satu ragam seni budaya tradisi Banyuwangi disamping Ritual Seblang, Petik Laut, Rebo Pungkasan, Endog-endogan, Barong Ider Bumi yang telah diagendakan secara rutin oleh Pemerintah Kabupaten Banyuwangi. "Kebudayaan berbasis lokal yang bernilai luhur ini akan tetap kita lestarikan dengan penataan yang lebih komprehensif dan suistanable agar menumbuhkan rasa apresiatif masyarakat terhadap nilai-nilai tradisi," ungkap drh H Budianto, Msi, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi.
            Penerapan kebudayaan kebo-keboan ini yang diajarkan dalam sekolah adalah bagaimana kita sebagai makhluk bumi harus menjaga dan merawat semua hasil bumi agar tidak ada wabah penyakit yang datang akibat ulah manusia.
            Secara garis besar, upacara adat Kebo-keboan adalah bentuk rasa syukur warga desa Alasmalang kepada bumi. Selama ini, bumi dinilai telah memberikan banyak hal bagi kehidupan warga desa itu. Mulai tanah yang subur dan mudah ditanami, cuaca yang mendukung, hingga dataran yang indah. Belum lagi harmoni kehidupan semua makhluk hidup di kawasan itu yang tertata harmonis. Kebo-keboan merupakan salah satu aset upacara tradisi yang dimiliki Banyuwangi. Kita sebagai masyarakat harus mendukung dan ikut melestarikan kebudayaan ini.
           
DAFTAR PUSTAKA

Purwaningsih, Ernawati. 2007. “Kebo-keboan, Aset Budaya di Kabupaten Banyuwangi”, dalam Jantra Vol. 2 No. 4. Desember 2007. Yogyakarta: Balai    Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta.
Wahjudi Pantja Sunjata, 2007. Fungsi dan Makna Upacara Tradisional Kebo-keboan.        Yogyakarta: Eja Publisher.
Nugroho, D Imam. (2010). Kebo-keboan Banyuwangi. Diakses pada 16 agustus 2010       pada http://dotcomcell.com/BANYUWANGIONLINE/KEBOKEBOAN/
Nurullah, Ahmad. (2009). Tradisi Kebo-keboan Ritual Khas Jawa Using. Diakses  pada 16 agustus


Saturday, April 4, 2020

SEJARAH DESA MULYA ASRI, TULANG BAWANG TENGAH, LAMPUNG


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah

Perkataan "Dusun" "Desi" (ingat perkataan Swadesi), seperti juga halnya dengan perkataan "negara", "Negari", "Negory" (dari perkataan negaram), asalnya dari perkataan Sanskrit, yang artinya tanah air, tanah asal, tanah kelahiran dan seterusnya. Perkataan desa hanya dipakai di Jawa, Madura dan Bali. (Sukandar Wiraatmaja, 1972: 11). Pada daerah lainnya dipakai istilah-istilah lain yang mernilih pengeritian yang sama seperti dusun di Sumatera Selatan, dusun di Maluku, gampong dan menuasah di Aceh Kota, ucla atau huta di Batak dan sebagainya. Namun demikian untuk menterjemahkan tentang pengertian desa dapat ditinjau dari berbagai segi, sehingga tidak terdapat rumusan yang seragam. (Dilahur. 1994.  Geografi Desa dan Pengertian Desa. Jurnal Forum Geografi. No 14 dan 15, V III, Hal 119-128).
Desa itu adalah suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia den.gan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu ialah suatu ujud atau kenampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang saling berinteraksi antar unsur terse but dan juga dalam hubungannya dengan daerahdaerah lain. Definisi lain, yaitu oleh Sukandar Wiraatmaja (1972:12) menyatakan yang dinamakan desa ialah suatu kesatuan hukum, dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri. Desa terjadi dari hanya satu tempat kediaman masyarakat saja., ataupun terjadi satu induk dan beberapa tempat kediaman sebagian daripada masyarakat hukum yang terpisah yang merupakan kesatuan-kesatuan tempat tinggal sendiri, kesatuan-kesatuan mana dinamakan pedukuhan, kampung, cantilan, beserta tanah pertanian, tanah perikanan darat ( empang, tambak, dan sebagainya), tanah hutan dan tanah belukar. (Dilahur. 1994.  Geografi Desa dan Pengertian Desa. Jurnal Forum Geografi. No 14 dan 15, V III, Hal 119-128).

 Pada makalah ini saya akan membahas tentang sejarah Desa Mulya Asri, Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak di bagian utara Provinsi Lampung. Kabupaten Tulang Bawang Barat berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Selatan. Hal ini menjadikan Kabupaten Tulang Bawang Barat cukup strategis sebagai pusat kegiatan ekonomi yang sedang berkembang. Secara geografis, wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada koordinat 0410’04o42’ LS dan 104o55’–105o10’BT. Luas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat adalah 120.100 ha. Desa-desa yang ada di Kabupaten Tulang Bawang Barat memiliki sejarahnya sendiri. Khusus nya untuk Desa Mulya Asri. Oleh karena itu, penulis meneliti bagaimana sejarah perkembangan Desa Mulya Asri yang masih jarang di teliti sebelumnya.

1.2  Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana Sejarah Desa Mulya Asri?
2.      Bagaimana Perkembangan Desa Mulya Asri?

1.3  Tujuan Penulisan
Tujuan ditulisnya makalah ini adalah untuk mengetahui:
1.      Sejarah Awal Mula Desa Mulya Asri
2.      Perkembangan Desa Muya Asri Dari Terbentuknya Hingga Sekarang

1.4    Manfaat Penulisan
1.                  Mengetahui Bagaimana Sejarah Desa Mulya Asri
2.                  Mengetahui Perkembangan Desa Mulya Asri
3.                  Menambah Wawasan Dan Pengetahuan Tentang Desa Mulya Asri
4.                  Menumbuhkan Rasa Cinta Terhadap Desa



BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Sejarah Desa Mulya Asri
Desa Mulya Asri merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat. Dengan jarak ke Kabupaten kurang lebih 20 Km. Merupakan daerah yang memiliki letak geografis dataran rendah. Tidak terdapat wilayah pegunungan dan tidak ada wilayah pantai atau laut. Suhu diwilayah Desa Mulya Asri hanya 20-35 derajat celcius. Dengan curah hujan 20-24 mm.
Adapun batasan-batasan wilayah Desa Mulya Asri adalah sebagai berikut:
    a.     Sebelah Timur dibatasi oleh Desa Gunung Batin
    b.     Sebelah Barat dibatasi oleh Desa Margo Mulyo
    c.     Sebelah Selatan dibatasi oleh Desa Tunas Asri
   d.     Sebelah Utara dibatasi oleh Desa Candra Kencana
Luas wilayah keseluruhan adalah 1362.7 ha/m2 yang terdiri atas:
    a.     Wilayah pemukiman warga
    b.     Wilayah perkebunan dan pesawahan
    c.     Wilayah perkantoran
   d.     Luas prasarana umum lainnya.
Desa Mulya Asri dalam pelaksanaan tugas jawatan transmigrasi yang dilakukan pada tahun 1972, yang didatangkan dari beberapa daerah pulau Jawa yang cara penetapannya secara bertahap. Daerah yang pada awalnya adalah sebuah hutan belantara dan berkat kerja keras dan kebersamaan antara warga transmigrasi maka dibentuklah sebuah pemukiman penduduk dan area perladangan dan area pesawahan, setelah satu tahun di daerah pemukiman penduduk dan para penduduk transmigrasi. Lalu masyarakat sadar bahwa daerah yang ditempati itu perlu di beri nama, maka berkumpulah para tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama dan bersepakat memberi nama daerah pemukiman tersebut dengan nama Desa Mulya Asri.
Kata Mulya Asri yang berarti makmur, indah dipandang dan dirasakan untuk mencapai kesejahteraan lahir dan batin tanpa kekurangan suatu apapun dan cita-cita para transmigrasi yang penuh rasa persaudaraan gotong royong, bersama-sama untuk memajukan dan membangun kampung.
Kampung Mulya Asri mulai tahun 1972 sampai tahun 1979 statusnya adalah desa persiapan, kemudian pada tahun 1979 dinyatakan menjadi desa definitif. Sesuai dengan harapan dan cita-cita masyarakat Kampung Mulya Asri, pada saat berusia 25 tahun fasilitas kebutuhan masyarakat terpenuhi antara lain, jalan yang diperbaiki, listrik, PDAM sudah ada dan perumahan penduduk sudah memadai, dan lain-lainnya.
Sejarah berdirinya Desa Mulya Asri pada tahun 1972 sejak didatangi oleh para transmigrasi dari Pulau Jawa, Transmigrasi tersebut ada yang dari Jawa Barat (Majalengka, Cianjur), Jawa Tengah (Semarang, Surakarta, Kebumen), Yogyakarta, Jawa Timur (Ponorogo, Banyuwangi, Kendal, Tulungagung). Kemudian pada tahun yang sama diberangkatkan juga Transmigrasi khusus dari Jawa Timur terdiri dari Transmigrasi Peramuka, Transmigrasi khusus dari pensiunan Angkatan Darat dari Siliwangi dan Pajajaran, kemudian tahun 1973 mulai didirikannya perkampungan dibawah Departemen/jawatan transmigrasi,
Pada tahun 1972 keadaan Desa Mulya Asri masih hutan belantara serta belum terbentuk unit transmigrasi oleh karena itu para pendatang dengan dibantu jawatan trasmigrasi mulai membangun jalan dan rumah-rumah transmigrasi. Setelah itu mereka membentuk sebuah perkumpulan transmigrasi sesuai dengan nama daerah asalnya, namun tidak terkhusus untuk transmigrasi Peramuka yang terpecah, sedangakan untuk para pensiunan Angkatan Darat tetap berkumpul di Lingkungan I Mulya Asri. Tujuan dari pelaksanaan transmigrasi tersebut adalah sesuai program dari Presiden Soeharto pada masa Orde Baru untuk memeratakan pembangunan. Para transmigrasi sebelum datang ke Lampung didata melalui pamong praja setempat dan mendapat hak jaminan hidup 1 tahun dari pemerintah karena mereka pada saat itu belum bisa menghasilkan tanaman sehingga kehidupannya ditopang oleh pemerintah. Para transmigrasi tersebut mendapat bantuan seperti kebutuhan pokok beras, minyak, susu, dll.
Setelah mereka hidup dan  menetap belum lama, Mulya Asri mengalami masa sulit yaitu kemarau panjang sehingga nasib para transmigrasi tersebut mengalami pasang surut banyak dari mereka yang kembali lagi kedaerah asal nya, dan ada sebagaian yang bertahan hidup di Desa Mulya Asri.
Melalui program pemerataan pembanguan dari pemerintah daerah untuk pertama kalinya Desa Mulya Asri memekarkan Desa Tunas Asri pada tahun 1988. Kemudian pada Tahun 2008 Desa Mulya asri berubah nama nya menjadi Kelurahan Mulya Asri dan sekitar tahun 2015 Kelurahan Mulya Asri terpecah dan mengalami pemekaran menjadi 3 desa yaitu desa Mulya Asri Induk, Desa Mekar Asri, dan Desa Marga Asri, Alasan pemekaran tersebut adalah karena luas wilayah Mulya Asri yang sangat luas serta jumlah penduduk yang sangat padat.
Kehidupan Ekonomi Masyarakat Desa Mulya Asri
Mayarakat setempat pada umumnya bertumpu pada sektor Agraris (50%) sisanya adalah Pedagang, Perkebunan, Wiraswasta, Swasta dan Para Pekerja lainnya. Komoditas utama Desa Mulya Asri adalah Singkong (40%), Karet (40%) dan Padi (20%).

Kehidupan Sosial, Agama dan Kepercayaan
Mayoritas masyarakat menganut agama Islam (85%), Protestan (5%), Khatolik (5%), serta Hindu (10%). Selain itu ada juga kepercayaan lokal seperti Pangestu. Masyarakat tetep menganut agama Islam namun diimbangi dengan kepercayaan lokal. Masyarakat Mulya asri juga mayoritas Suku Jawa (60%) sisanya para pendatang dari Sumatera dan Jawa.

Keorganisasian Pemuda dan Masyarakat
Untuk organisasi di Kelurahan Mulya Asri ada Karang Taruna, Ibu PKK, LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat), Kader Posyandu, Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani), Pemuda Pancamarga.

Sarana Prasarana dan Fasilitas Desa
Desa Mulya Asri umum nya mengalami keterbatasan pada sarana dan administrasi perkantoran, serta aksesbilitas pendukung berupa jalan masih perlu diperbaiki, Pada tahun 2020 sesuai program pemerintah pusat bawasannya kelurahan akan mengelola dana subsidi untuk pemberdayaan masyarakat dan pembangunan sarana dan prasarana serta bantuan dari pemerintah daerah melalui RAP (Rencana Anggaran Pembelanjaan). Untuk sarana Wifi dan internet sudah ada namun untuk kelengkapan kantor misalnya ruang pelayanan masih terkendala dan terbatas.

Tradisi Masyarakat Desa Mulya Asri
Masyarakat Desa Mulya Asri memiliki sebuah tradisi yang unik seperti pada setiap perayaan dan pemyambutan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yaitu tradisi Pawai Budaya atau yang sering dikenal masyarakat sebagai Tradisi Karnaval. Kemudian dalam menyambut hari besar agama islam yaitu Maulid Nabi Muhammad SAW. Masyarakat setempat mengadakan pengajian akbar, santunan fakir miskin, sunatan massal untuk yatim piatu serta terbuka untuk umum. Selain itu ada Tradisi kepemudaan pada perayaan hari Sumpah Pemuda 28 Oktober, biasanya Karang Taruna mengadakan sebuah lomba seperti panjat pinang, makan kerupuk, balap karung dll. Selain itu juga pada perayaan hari Kartini 1 Apri para ibu-ibu PKK mengadakan berbagai lomba seperti lomba tumpeng, busana, pidato dll. Kemudian pada peringatan hari Ibu juga mengadakan berbagai sosialisasi serta penyuluhan kesehatan, serta pengobatan gratis untuk para lansia.
Tradisi bersifat sakral dan tradisional biasanya pada tanggal 1 Muharam yang bertepatan pada tahun baru islam, biasanya masyarakat Desa Mulya Asri mengadakan selametan/kenduri, acara tersebut dilaksanakan diberbagai titik perempatan jalan di Desa Mulya Asri. Uniknya tradisi ini adalah para peserta atau yang mengikuti acara tersebut membawa makanan sendiri dari rumah untuk ditukarkan kepada peserta yang lain setelah acara doa bersama selesai, setelah itu makanan tersebut ada yang dibawa pulang dan ada juga yang dimakan ditempat. Tradisi tersebut sampai saat ini masih berkembang. Maksud dan tujuan tradisi tersebut adalah untuk mengingat dan mendoakan para leluhur nenek moyang serta mempererat tali persaudaraan antar masyarakat setempat.
Sumber Data :(Wawancara Lurah Mulya Asri dengan bapak Prambumi Restu Aji. 20 Oktober 2019. Pukul 16.00 WIB).

2.1    Perkembangan Desa Mulya Asri
Perkembangan Desa Mulya Asri dimulai sejak berdirinya tahun 1972 lambat laun mengalami perkembangan yang pesat hingga kini Desa Mulya Asri menjadi salah satu desa yang mengalami kemajuan. Letak Geografis desa yang strategis yaitu berada pada pintu masuk Kabupaten Tulang Bawang Barat menyebabkan desa ini dijadikan sebagai pusat perekonomian berupa industri padat karya yang telah berkembang. Sampai saat ini Desa Mulya Asri terus disokong oleh pemerintah daerah. Dari berbagai data yang diperoleh Adapun orang-orang yang sudah pernah menjabat sebagai kepala Desa Mulya Asri adalah sebagai berikut :


Tabel 4.1
Data nama-nama Kepala Desa yang pernah menjabat dikelurahan Mulya Asri
NO
Nama kepala desa dalam yang pernah menjabat
Tahun Jabatan
1
Bp. K. Karjono
1975-1976
2
Bp. Jamin
1975-1976
3
Bp. Mardi Mulyono
1976-1977
4
Bp. Koco Sudarmo
1977-1978
5
Bp. Subardiman
1978-1980
6
Bp. Musa Hari
1980-1982
7
Bp. Subardiman
1982-1992
8
Bp. Jumali
1992-1993
9
Bp. Subardiman
1993-1996
10
Bp. Drs. Marsidi Hasan
1996-1997
11
Bp. Nur Muhammad, S.Sos
1997-1998
12
Bp. Darmo
1998-2006
13
Bp. Sudarmani, S.Pd.
2006-2016
14
Bp. Prambumi Restu Aji, SE.
2016-Sekarang


Tabel 4.2
Strukstur Organisasi Data desa Mulya Asri
 
  
CAMAT
Nur Muhammad,S.SoS.MM
 
LURAH
Prambumi Restuaji,SE
 
SEKRETARIS LURAH
Edi Jumaedi
 
 














Dari keseluruhan jumblah warga terbagi menjadi 2 lingkungan, 4 RW dan 40 RT Yaitu:
a.               Kepala lingkungan 01 dijabat oleh Bapak H. Nur Kholik.

b.              Kepala lingkungan 02 dijabat oleh Bapak Arifin Sutisna


Tabel 4.4

Daftar nama-nama yang menjabat didesa Mulya Asri

NO
RUKUN WARGA
RUKUN TETANGGA (RT)
1




Ketua RW  01
Dijabat oleh Bapak
Sukirno
RT  I       Bp. Puryadi
2
RT  II      BP. Umartono
3
RT  III    Bp. Sukirman
4
RT  IV    Bp. Suwito
5
RT  V      Bp. Wiji Mustakim
6
RT VI    Bp. Rumiyadi
7
RT VII Bp. Jumani
8
RT VIII Bp. Ibnu Hajar
9
RT XI    Bp. Jarudin
10
RT  X      Bp. Ngatno
1



Ketua RW  02   Dijabat oleh Bapak
Rumiadi
RT I         Bp. A. Sumantri
2
RT II       Bp. Arifin Sutisna
3
RT III      Bp. Supeni
4
RT IV      Bp. Jaya Sutisna
5
RT V       Bp. Mujiono
6
RT VI      Bp.Waris
7
RT VII    Bp. Slamet
8
RT VIII Bp. A.Mustakim
9
RT IX      Bp. Karman
10
RT X       Bp. Yasir
1




Ketua RW  03  Dijabat oleh Bapak
Maliki
RT I         Bp. Saman
2
RT II       Bp. Budiyanto
3
RT III      Bp. Saratno
4
RT IV      Bp. Siswanto
5
RT V       Bp. Dasuki
6
RT VII    Bp. Bibit Waluyo
7
RT VIII Bp. Suparman
8
RT IX      Bp. Ngadino
9
RT IX      Bp. Nur syarif

10

RT X      Bp. Eka Ansori

1







Ketua RW  04 Dijabat oleh Bapak
Rumadi
RT I
Bp. Agung Wiranto
2
RT II
Bp. H. Sarno
3
RT III
Bp. Suwandi
4
RT IV
Bp. Jumadi
5
RT V
Bp. Ridwan Hidayat
6
RT VI
Bp. Deden
7
RT VII
Bp. Musaji
8
RT VIII
Bp. Ashari Saleh
9
RT IX
Bp. Sutaji
10
RT X
Bp. Erdal

Sumber data : Sub bagian adminitrasi Desa

Tabel 4.5
Jumlah Penduduk Desa Mulya Asri
Laki –Laki
2240
Perempuan
2897
Kepala Keluarga
817
Sumber Data : Sub bagian Administrasi Desa
Berdasarkan sumber yang ada maka penduduk desa Mulya Asri didominasi berjenis kelamin perempuan yang berjumlah 2897, dan laki-laki hanya berjumlah 224, total jumlah penduduk di Desa Mulya Asri sebanyak 5137 dan jumlah kepala keluarga hanya 817.

Perkembangan Pendidikian di Desa Mulya Asri, pendidikan rata-rata warga setempat berpendidikan SMA, desa Mulya Asri memiliki 13 gedung sekolah diantara nya antara lain:

Tabel 4.6
Jumlah gedung sekolah di Desa Mulya Asri
NO
NAMA SEKOLAH
1
SMAN 2 Tulang Bawang Tengah
2
SMPN 1 Tulang Bawang Tengah
3
SMP Muhammadiyah Tulang Bawang Tengah
4
SMP An-Nur Tulang Bawang Tengah
5
SDN 1 Mulya Asri
6
SDN 2 Mulya Asri
7
SDN 3 Mulya Asri
8
SDN 4 Mulya Asri
9
SDN 5 Mulya Asri
10
SDN 6 Mulya Asri
11
SDN 7 Mulya Asri
12
Taman Kanak-Kanak ABA (Aisyiyah Bustanul Athfal)
13
Taman Kanak-Kanak Al- Munawaroh
Sumber Data : Sub bagian Administrasi Desa


Untuk sarana beribadah di Desa Mulya Asri ini memiliki 26 tempat beribadah yang tersebar di 40 RT. Mata pencarian masyarakat desa Mulya Asri rata-rata bertani, berdagang, sebagiannya lagi sebagai buruh,dll. Adapun hasi pertanian di Desa Mulya Asri di dominasi oleh karet, sebagian lainnya adalah sawit, singkong, dan padi. Para penduduk berdagang seperti bahan pokok makan, dan keperluan seperti beras, cabai, sayur-mayur, bawang merah, bawang putih, pakaian, dan perlengkapan rumah tangga.
Di daerah yang terletak didaratan rendah ini tidak ada daerah pegunungan maupun daerah dekat dengan pantai atau laut. Adapun hasil peternakan di Desa Mulya Asri didominasi oleh ternak sapi, kambing dan ayam.
            Kondisi keagamaan dan sosial di Desa Mulya Asri hampir sepenuhnya asli, dan masih menjunjung tinggi rasa kekeluargaan dan gotong royong serta tradisi-tradisi peniggalan leluhur seperti pada acara pernikahan yaitu kembar mayang, Tahlil, yasin, mitoni, peringatan 7 haru sesudah meninggal, ada beberapa warga yang beragama Hindu, Kristen, dan Bufha. Namun mereka tetap menghormati terhadap ritual, acara keagamaan yang diadakan masing-maisng agama tersebut.


BAB III
PENUTUP

3.1    Simpulan
Desa Mulya Asri merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat. Dengan jarak ke Kabupaten kurang lebih 20 Km.  Desa Mulya Asri berdiri sejak tahun 1972 melalui program transmigrasi secara bertahap dari Pulau Jawa. Asal mula nama Mulya Asri yang berarti makmur, indah dipandang dan dirasakan untuk mencapai kesejahteraan lahir dan batin tanpa kekurangan suatu apapun.
Melalui program pemerataan pembanguan dari pemerintah daerah untuk pertama kalinya Desa Mulya Asri memekarkan Desa Tunas Asri pada tahun 1988. Kemudian pada Tahun 2008 Desa Mulya asri berubah nama nya menjadi Kelurahan Mulya Asri dan sekitar tahun 2015 Kelurahan Mulya Asri terpecah dan mengalami pemekaran menjadi 3 desa yaitu desa Mulya Asri Induk, Desa Mekar Asri, dan Desa Marga Asri.

3.2    Saran
Semoga pihak yang terkait lebih Peduli dan mau mencari kebenaran akan sejarah yang ada disekitarnya sehingga memudahkan dalam memahami sesuatu teutama tempat dimana ia tinggali. Dan pula pemerintah lebih menduukung baik tenaga maupun finansial mengenai sejarah-sejarah suatu tempat, karena segala hal tentulah memiliki sejarahnya sendiri dan hal tersebut bermanfaat bukan hanya untuk dikalangan beberapa orang saja namun untuk orang banyak. Kepada mahasiwa seperti penulis lebih giatlah untuk mengkaji mengenai sejarah disekitarnya kemudian dilestarikan.  

DAFTRA PUSTAKA

(Dilahur. 1994. “Geografi Desa dan Pengertian Desa”. Jurnal Forum Geografi. No 14 dan 15, V III, Hal 119-128).

Arsylia. 2018. ”Nilai-Nilai Pendidikan Islam Yang Terkandung Dalam Acara Sanggring Di Desa Mulya Asri Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat”. Skripsi. Pendidikan Agama Islam, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.

Wawancara Lurah Mulya Asri bapak Prambumi Restu Aji. 20 Oktober 2019. Pukul 16.00 WIB.



LAMPIRAN

Wawancara dengan bapak Prambumi Restu Aji selaku Lurah Mulya Asri


Foto Bersama bapak Prambumi Restu Aji selaku Lurah Mulya Asri

Tugu Garuda Menjadi Icon Desa Mulya Asri

Tradisi Pawai Budaya/Karnaval Desa Mulya Asri

Tradisi Selametan/Kenduri 1 Muharam di Desa Mulya Asri

Salah Satu Kegiatan Penyuluhan Kesehatan Oleh Kader-Kade Posyandu Desa Mulya Asri

Tradisi Kebo-Keboan, Masyarakat Banyuwangi, Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang             Banyuwangi adalah salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Di ...